Minggu, 11 Mei 2014

Pemulihan Trauma Pasca Bencana



   a.      Pengertian Trauma Healing
Secara bahasa healing artinya menyembuhkan, dalam konteks trauma healing disini dapat artikan sebagai usaha menyembuhkan seseorang dari trauma.Trauma healing berhubungan erat  dalam upaya mendamaikan, hal ini tentang membangun atau memperbaiki hubungan manusia yang berkaitan dengan mengurangi perasaan kesepian, memperbaiki kindisi kejiwaan, mengerti tentang arti kedamaianmengurangi perasaan terisolasi, kebencian, dan  bahaya yang terjadi dalam hubungan antar pribadi.  (Paula dan Gordon: 2003).
Judith Herman mengatakan  bahwa menyembuhkan trauma (trauma healing) adalah  langkah untuk menggerakan tiga hal yaitu, dari perasaan bahaya pada perasaan nyaman dan aman,  dari perasaan menolak kondisi pada penerimaan kondisi, dan dari perasaan terisolasi pada kemampuan membangun hubungan sosial (2003: 13).
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa trauma healing adalah usaha untuk kembali menyembuhkan seseorang dari trauma  untuk kembali menerima kondisi dan mampu bangkit kembali baik secara kejiwaan atau kehidupan sosial.


b.      Konsep Dasar  Trauma Healing
Menurut Paula dan Gordon (2003: 1) tujuan akhir dari trauma healing adalah membuat seseorang untuk dapat menerima dan menyatukan  pengalaman trauma, kesedihan, dan membentuk kehidupan baru dengan keyakinan dan pengertian yang baru.
Menurut Herman (2003: 13) terdapat tiga langkah untuk membantu menyembuhkan seseorang dari pengalaman trauma, tiga hal tersebut yang menjadi dasar dalam membantu memulihkan trauma, yaitu:
1.      Safety adalah membangun perasaan aman dalam lingkungannya.
2.      Acknowledgment adalah penerimaan. Melalui storytelling secara detail dan mendalam diharapkan seseorang meyakini bahwa peristiwa – peristiwa trauma merupakan bagian dari proses kehidupan dan tantanganakan melahirkan keyakinan yang baru untuk dapat kembali bangkit.
3.      Reconnection, setelah memiliki keyakinan dan penerimaan terhadap kondisi maka hal terpenting selanjutnya adalah memperbaiki kembali hubungan sosial dan membangun kembali kepercayaan, harapan, dan saling pengertian.
Trauma pasca bencana merupakan gangguan psikologi yang berkepanjangan. Namun pada dasarnya gangguan tersebut dapat disembuhkan dengan dua dasar hal ini berdasarkan penelitian di bidang psikologi forensik (dalam Nurjannah, dkk. 2012: 19-20) proses penyembuhan trauma pasca bencana didasarkan pada dua kondisi yaitu :
a.       Korban trauma memiliki teman dekat untuk dapat saling berbagi dan saling memberikan semangat. Melalui kondisi ini korban trauma dengan sendirinya akan menciptakan kondisi yang aman dan nyaman dengan lingkungan sekitar. Berbeda apabila memilih sikap untuk diam dan menarik diri.
b.      Mereka tidak pernah pernah ingin melupakan kejadian yang menyebabkan trauma. Pengalaman bencana yang dialami dijadikan sebagai sebuah pengalaman yang melekat dalam pikiran. Mereka menerima pengalaman yang menakutkan tersebut sebagai sebuah referensi bagi kehidupan kedepannya.
Menurut Anita Gurian (2006 : 11) ada beberapa hal yang menjadi kendala dalam proses pemulihan dan pengembangan mental anak pasca bencana, baik itu sebelum terjadinya bencana, pas bencana, dan setelah bencana.
1.      Faktor kendala sebelum Bencana:
a.       Kesulitan dalam akademik.
b.      Trauma sebelumnya atau pengalaman kehidupan yang menyebabkan stress, seperti kematian, keuangan, perceraian.
c.       Gangguan emosional atau perilaku.
d.      Terbatasnya dukungan sosial dan persahabatan.
e.       Keterbatasan orang tua dalam mengatasi dan memberikan harapan dan jaminan kepada anak–anak.
2.      Faktor kendala selama bencana:
a.          Pengalaman yang mengerikan saat kejadian
b.         Menyaksikan kematian orang yang dicintai, teman, atau binatang peliharaan.
c.          Terpisah dengan anggota keluarga.
d.         Kehilangan rumah dan harta benda.
e.          Terluka secara fisik.
f.          Kehilangan anggota keluarga.
3.         Faktor kendala setelah bencana:
a.       Perubahan gaya hidup setelah bencana.
b.      Relokasi, rumah baru, sekolah baru.
c.       Terpisah dengan teman dan keluarga.
d.      Gangguan dengan lingkungan sosial.
e.       Terbatasnya dukungan sosial dari keluarga dan teman.
f.       Terputusnya hubungan dengan teman dan keluarga
g.      Mengalami kembali kejadian trauma melalui media
h.       Relokasi tetap.
i.        Kehilangan harapan masa depan.
j.        Keyakinan tentang dunia yang tidak aman dan tidak terduga.
Menurut Echterling (dalam Megawangi dan Amriel, 2006: 20), pendekatan yang dapat dilakukan terhadap anak trauma pasca bencana harus memegang prinsip dasar yaitu:
a.       Seburuk apapun reaksi korban, pada dasarnya mereka tengah bereaksi secara normal terhadap situasi yang tidak normal.
b.      Para korban tidak sendirian, ada orang lain yang senasib dengan mereka, dan selalu ada pihak-pihak lain yang siap membantu.
c.       Para korban mampu mengatasi stress kronis dan tarauma pasca bencana lewat cara-cara positif dan sehat.
Berikut ini merupakan permainan dan aktivitas yang dapat membantu dalam pemulihan trauma pasca bencana untuk anak usia 6-12 tahun yang dimodifikasi dari Karen DeBord (dalam Megawangi dan Amriel,2006: 32 ) yaitu:
a.       Menggambar bebas.
b.      Menceritakan pengalaman anak.
c.       Membaca buku tentang bencana
d.      Menyediakan permainan yang berkaitan dengan bencana alam.
e.       Bermain sandiwara kecil tentang bencana.
f.       Games yang menyenangkan.
g.      Bernyanyi.
Berikut ini hal-hal yang dapat dilakukan dalam penyembuhan  trauma bencana ada beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:
a.       Mencoba untuk tetap nyaman. Hal ini dapat dilakukan dengan cara tetap melakukan rutinitas sehari-hari, dengan kembali melakukan rutinitas pasca bencana sehingga dapat mengurangi stress. Selain itu membuka diri dengan lingkungan sosial, karena dengan begitu dapat saling memberikan dukunngan satu sama lainnya. Melawan ketidak berdayaan juga dapat membantu korban untuk mulai nyaman dengan kondisi yang baru.
b.      Mengurangi media yang mengekspos, untuk beberapa orang kadang kala dengan melihat gambar atau siaran ulang bencana akan dapat menyebabkan timbulnya trauma, oleh karena itu sebelum kondisi membaik sebaiknya tidak mengakses media. 
c.       Mengakui dan menerima. Rasa takut, sedih, khawatir, marah adalah perasaan yang wajar saat mengalami suatu bencana, untuk mengurangi stress yang diakibatkan oleh pengalaman bencana jadikan rasa takut, marah, sedih, dan khawatir sebagai bagian dari sebuah proses karena hal tersebut sangat penting dalam rangka penyembuhan trauma.
d.      Melakukan hal-hal yang dapat mengurangi stress seperti relaksasi dengan mediasi, mendengarkan musik, jalan-jalan.
Peran lingkungan terutama orang tua memiliki peran penting dalam membantu penyesuaian diri trauma pasca bencana. Menurut Anita Gurian (2006: 21), dukungan yang dapat diberikan orang tua terhadap anak adalah sebagai berikut:
1.      Dorong anak untuk melakukan hobi baru atau aktivitas sosial. Tetap dalam situasi yang menyenangkan dan terlibat dalam kegiatan akan membantu mengalihkan perhatian setelah efek bencana.
2.      Dorong anak untuk menuliskan apa yang mereka pikirkan, rasakan, dan penngalaman lainnya. Lewat menulis secara tidak langsung anak akan berbagi pikiran mereka, hal ini akan membantu dalam proses pemulihan.
3.      Dorong anak untuk menjaga komunikasi dengan teman dekat.
4.      Mengatur kegiatan sosial untuk anak dan teman–teman mereka. Dukungan sosial merupakan komponen penting setelah bencana.
5.      Dorong anak untuk membantu orang lain.
6.      Meminta bantuan dari tenaga professional.
Upaya dalam membantu menyembuhkan seseorang dari trauma merupakan hal yang tidak mudah karena ini berarti membantu seseorang untuk kembali membangun dan membentuk diri sendiri. Cara pandang seseorang yang mengalami trauma adalah hal mendasar yang harus dibangun. Seseorang harus mampu merubah cara pandang terhadap peristiwa yang terjadi, dari cara pandang tersebut maka akan melahirkan keyakinan, harapan untuk masa depan. Selanjutnya adalah lingkungan sosial. Manusia adalah makhluk yang tidak dapat berdiri sendiri. Dalam konteks trauma healing lingkungan sosial menjadi salah satu faktor dalam membantu seseorang dari trauma. Dukungan, dorongan sangat dibutuhkan dan hal ini akan lahir ketika seseorang mampu membangun komunikasi social yang pada akhirnya akan mehilangkan perasaan sepi, terasing, terisolasi dan sebagainya. Proses pemulihan trauma tergantung pada faktor internal individu sendiri yang berupa persepsi, keyakinan dan faktor eksternal yaitu lingkungan sekitar individu dapat berupa dukungan, aktivitas, dan lain-lain.

2 komentar:

  1. Materi yang sangat bagus. Ijin copy untuk referensi dan pendalaman.

    BalasHapus
  2. Terimakasih saya bisa mengulang dan mengingat kembali ilmu yang pernah saya terapkan melalui tulisan ini. Semoga ini menjadi salah satu referensi bagi siapapun yang ingin mengetahui seputar trauma healing.

    Menurut saya tulisan ini bagus dan mudah difahami. Maaf izin berbagi dg yang lain.

    BalasHapus