1.
Pengertian
Konsep Diri
William
H. Fitts (1971) mengungkapkan bahwa konsep diri merupakan aspek penting dalam
diri seseorang. Karena konsep diri
seseorang merupakan kerangka acuan (frame
of reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan. Fitts juga mengemukakan
bahwa konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Dengan
mengetahui konsep diri orang lain, seseorang dapat meramalkan dan tingkah laku
seseorang.
Menurut
Inge Hutagalung (Pengembangan
Kepribadian,2007), konsep diri adalah pandangan individu tentang siapakah
individu, dalam posisi mana individu berada, dan hal apakah yang boleh dan
tidak boleh individu lakukan.
Menurut
JamesF. Calhoun dan Joan Ross Acocella (1995), konsep diri adalah pandangan
individu tentang dirinya yang memiliki tiga dimensi, yaitu pengetahuan tentang
diri sendiri, pengharapan terhadap diri sendiri, dan penilaian tentang diri
sendiri.
Menurut
Hurlock (1990) mengemukakan bahwa konsep diri terbagi menjadi dua, yaitu : (a)
konsep diri sebenarnya, merupakan konsep seseorang tentang dirinya yang
sebagian besar ditentukan oleh peran dan hubungannya dengan orang lain serta
persepsinya tentang penilaian orang lain terhadap dirinya. (b) konsep diri ideal,
merupakan gambaran seseorang mengenai ketrampilan dan kepribadian yang
didambakannya.
Menuurut
Baldwin dan Holmes (1987), konsep diri adalah ciptaan sosial, hasil belajar
melalui hubungan individu dengan orang lain.
Dari
beberapa pendapat ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa konsep diri
adalah pandangan atau persepsi individu serta harapan masa depan individu tentang dirinya sendiri yang
timbul dari hasil interaksi dengan lingkungan sekitar, persepsi dan pengharapan
tersebut akhirnya yang akan mempengaruhi tingkahlaku individu.
2.
Dimensi
Konsep Diri
James
dan Joan (1995) menyebutkan bahwa dimensi konsep diri terbagi menjadi tiga
bagian, yaitu :
a. Pengetahuan
Yaitu apa yang diketahui individu
tentang dirinya sendiri. Gambaran tentang diri tersebut berkaitan dengan usia,
jenis kelamin, kebangsaan, suku, pekerjaan dan lainnya. Selain itu gambaran diri dapat dilihat dari
hasil identifikasi dengankelompok lain, sehingga dapat menambah informasi
tentang gambaran diri.
b. Harapan
Menurut Roger (1959), selain individu
memiliki set tpandangan tentang siapa individu, maka individu juga memiliki set
pandangan lain tentang akan seperti apakah individu di masa mendatang.
Pandangan individu tentang masa depan
individu, inilah yang disebut dengan diri-ideal. Diri-ideal individu yang satu akan berbeda
denngan ri-ideal individu lainnya. Diri-ideal tersebutlah yang membangkitkan
kekuatan dan mendorong individu menuju masa depan dalam menjalani kehidupan.
c. Penilaian
Dimensi ketiga dari konsep diri, yaitu
penilaian individu terhadap dirinya
sendiri. Menurut Roger (1973) pada dimensi ini individu merupakan penilai ,
mengukur apakah individu bertentangan dengan (1) “saya dapat menjadi apa”,yaitu pengharapan individu terhadap dirinya
sendiri, dan (2) “saya seharusnya menjadi
apa”, yaitu standar individu bagi dirinya sendiri. Hasil pengukuran
tersebut disebut dengan rasa harga diri.
Sedangkan Fitts (1971) membagi dimensi
konsep diri menjadi dua bagian, yaitu:
1. Dimensi
Internal
Dimensi
internal (internal frame of reference)
adalah penilaian yang dilakukan individu
terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya. Dimendi internal ini terdiri dari tiga
bentuk, yaitu :
a. Diri
Identitas (identity self), bagian diri ini merupakan aspek yang paling
mendasar pada konsep diri yang mengacu pada pertanyaan, “Siapakah saya?” dalam
pertanyaan tersebut mengandung label dan simbol yang diberikan pada diri oleh
individu-individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun
identitasnya. Dengan semakin bertambahnya usia dan interaksi denngan lingkungan
sekitar akan menambah pengetahuan individu tentang dirinya. Sehingga informasi
yang diperoleh tentang diri akan semakin kompleks.
b. Diri
Pelaku (behavioral self), diri pelaku
merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya, yang berisi tentang
kesadaran mengenai “apa yang dilakukan oleh diri”, selain itu bagian ini sangat
erat hubungannya dengan diri identitas.
c. Diri
Penerimaan/Penilai (judging self).
Diri penilai sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator. Kedudukannya
adalah sebagai mediator antara diri identitas dan diri pelaku. Dalam dimensi
ini label yang diberikan berkaitan dengan nilai-nilai. Selanjutnya penilaian
tersebut lebih berperan dalam menentukan
tindakan yang akan ditampilkan.
Diri penilai menentukan
kepuasan seseorang akan dirinya atau seberapa jauh seseorang menerima
dirinya. Kepuasan diri yang rendah akan
menimbulkan harga diri yang rendah pula yang mengembangkan ketidakpercayaan
diri. Dan sebaliknya, kepuasan diri yang tinggi, kesadaran diri lebih realistis
sehingga menjadikan individu fokus terhadap energi serta perhatiannya ke luar
diri, dan akhirnya dapat berfungsi lebih konstrukttif.
2. Dimensi
eksternal
Pada dimensi eksternal, individu menilai
dirinya melalui hubungan dan aktivitas
sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain yang ada di luar
dirinya. Fitts membagi dimensi eksternal ini dalam lima bentuk, yaitu :
a. Diri
Fisik (physical self), diri fisik
berkaitan dengan persepsi individu terhadapa kondisi fisiknya. Dalam hal ini
persepsi individu tentang kesehatan dirinya, penampilan dirinya (cantik, jelek,
menarik, tidak menarik), dan kondisi tubuhnya (tinggi, pendek, kurus, gemuk).
b. Diri
Etik-Moral (moral-etichal self), bagian ini berkaitan dengan openilaian
individu terhadap dirinya dilihat dari standar pertimbangan nilai moral dan
etika. Hal ini menyangkut persepsi individu mengenai hubungan dengan Tuhan,
kepuasan kehidupan keagamaan, dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang
meliputi batasan baik dan buruk.
c. Diri
Pribadi (personal self), diri pribadi
merupakan perasaan atau persepsi individu tentang keadaan pribadinya. Hal ini
tidak dipengaruhi kondisi fisik atu hubungan dengan orang lain, tetapi
dipengaruhi oleh sejauh mana individu nerasa puas terhadap pribadinya atau
sejauh mana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat.
d. Diri
Keluarga ( family self), diri
keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya
sebagai anggota keluarga. Dalam bagian ini menunjukkan seberapa jauh individu
dekat terhadap anggota keluarga, serta peran atau fungsi yang dijalankan
sebagai anggota keluarga.
e. Diri
Sosial (social self), bagian ini
merupakan penilaian individu terhadap
interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan sekitar.
3.
Konsep
Diri Positif dan Negatif
a. Konsep
Diri Positif
Dasar dari konsep diri positif menurut
James dan Joan bukanlah kebanggan yang besar terhadap diri sendiri, melainkan
lebih kepada penerimaan diri, yang kemudian mengarah kepada kerendahan hati dan
kedermawanan daripada keangkuhan dan keegoisan.
Menurut Wicklund dan Frey (1980), yanng
menjadikan penerimaan diri mungkin adalah bahwa orang yang memiliki konsep diri
positif mengenal dirinya dengan baik sekali.
Individu yang memiliki konsep diri
positif bersifat stabil dan bervariasi. Dengan konsep diri positif dapat
memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya
sendiri, individu dapat menerima dirinya dengan apa adanya.
James dan Joan menerangkan bahwa,
mengenai pengharapan, orang dengan konseo diri positif merancang tujuan yang
sesuai realistis. Yang lebih penting dari pengharapan yang realistis tentang
pencapaian adalah tentang pengharapan individu tentang kehidupannya sebagai
individu: idenya tentang apa yang yang dapat diberikan kehidupan kepadanya dan
bagaimana seharusnya dirinya mendekati dunia.
Individu yang memiliki konsep diri
positif mencerminkan seseorang yang :
1. Terbuka
2. Seseorang
yang tidsk memiliki hambatan untuk berbicara dengan orang lain.
3. Memiliki
kepekaan, sehingga cepat tanggap terhadap situasi sekelilingnya.
Dengan
konsep diri positif individu akan memiliki kepercayaan diri yang tinggi untuk
menyelesaikan masalah bahkan siap ketika dihadapkan pada kegagalan, lebih mampu
untuk memberi dan menerima pada orang lain.
b. Konsep
Diri Negatif
Menurut James dan Joan, ada dua tipe
konsep diri negatif. Tipe pertama,
pandangan seseorang tentang dirinya, benar-benar tidak teratur: individu tidak
mengetahui tentang kelemahan dan kekuatan, siapa individu sebenarnya, atau apa
yang individu hargai dari hidupnya. Menurut Erikson (1968), konsep diri
individu kerap sekali menjadi tidak tidak teratur untuk sementara waktu dan ini
terjadi pada masa transisi dari peran anak ke peran orang dewasa. Tetapi bagi
orang dewasa hal tersebut menjadi salah satu tanda ketidakmampuan menyesuaikan
diri. Tipe kedua, dari konsep diri
negatif merupakan lawan dari tipe pertama. Dalam tipe ini konsep diri terlalu stabil dan teratur
atau kaku. Indivudu menciptakan citra diri yang tidak mengizinkan adanya
penyimpangan yang dalam pikirannya hal tersebut merupakan cara hidup yang
tepat.
Pada kedua tipe konsep diri negatif
tersebut informasi baru tentang diri hampir pasti menjadi penyebab kecemasan,
rasa ancaman terhadap diri.
Menurut R.B. Burns (1993), karakteristik
konsep diri yang negatif secara umum tercermin
dari keadaan diri sebagai berikut :
1. Individu
sangat peka dan sulit untuk menerima kritikan dari orang lain. Kritik dianggap
sebagai pengabsahan lebih lanjut kepada inferioritas individu.
2. Individu
memiliki kesulitan berbicara dengan orang lain. Sikap hiperkritis digunakan
untuk mempertahankan citra diri yang goyah, dan mengarahkan kembali perhatian
kepada kekurangan orang lain daripada kekurangan diri sendiri.
3. Individu
sulit mengakui kesalahan diri sendiri. Kelemahan dan kegagalan dalam diri
individu tidak mau diakui sebagai bagian dalam dirinya.
4. Individu
kurang mampu mengungkapkan perasaan dengan cara yang wajar. Sering merespon
sanjungan secara berlebihan, untuk meningkatkan rasa aman individu akan
berupaya keras untuk mendapatkan pujian.
5. Individu
cenderung untuk menunjukkan sikap mengasingkan diri, malu-malu dan tidak minat
pada persaingnan.sikap tersebut dilakukan untuk mencegah inferioritas
terpublikasikan secara terbuka sehingga mengkonfirmasikan apa yang diyakini
oleh orang lain tentang individu.
Individu yang memiliki konsep diri
negatif hanya memperhatikan dirinya sendiri, tidak pernah merasa puas, selalu
takut kehilangan sesuatu, takut tidak diakui, iri kepada mereka yang memiliki
kelebihan.
4.
Perkembangan
Konsep Diri
Pada awal perkembangan manusia, individu
belum memiliki konsep diri, individu belum memiliki pemahaman tentang dirinya.
Awalnya, konsep diri meliputi pengertian samar-samar, kondensasi pengalaman
berulang-ulang yang berkaitan dengan kenyamanan atau ketidaknyamanan fisik.
Meskipun samar-samar, pengertian awal ini membentuk konsep dasar.
Menurut Weir (1962), loncatan kemajuan
yang paling besar dalam perkembanngan konsep diri terjadi pada saat individu
menggunakan bahasa, kira-kira pada anak usia satu tahun. Dengan memahami ucapan
yang disampaikan orang lain tentanng individu, makan akan diperoleh informasi
lebig banyak tentang individu. Ketika individu belajar berfikir menggunakan
dengan menggunakan kata-kata, individu mulai melihat adanya hubungan antara benda-benda
kemudian membuat generalisasi. Salah satu yang akan individu generalisasikan
adalah tentang dirinya sendiri :”aku kecil, aku baik, aku dapat berpakaian
sendiri” dan lainnya.
5.
Sumber
Informasi Konsep Diri
Menurut
Cooley (1922) seseorang akan menggunakan orang lain sebagai cermin untuk
menunjukkan siapa dirinya. Konsep diri terbentuk tidak dapat terlepas dari
lingkungan yang ada disekitar individu, informasi-infirmasi yang diperoleh dari
lingkunngan sekitar akan menambah pemahaman individu terhadap dirinya sendiri.
Suber informasi-informasi tersebut yaitu :
a. Orang
Tua.
Orang tua adalah kontak yang
paling awal dan yang paling kuat bagi individu. Menurut Coopersmith (1967),
perasaan nilai dirinya sebagai orang berasal dari orang tua kepada diri mereka.
Penilaian
dengan sumber orang tua tersebut berlangsung terus. Sebagaimana yang
disampaikan oleh Jourard dan Remy (1955), bahwa
dalam kehidupan orang dewasa, orang masih cenderung menilai diri sendiri
seperti ketika merasa dimiliki orang tua
mereka.
Orang
tua memberi informasi kepada anak secara konstant, membantu anak untuk menilai
diri, selain itu orang tua pula yang pertama kali membantu anak untuk
menetapkan pengharapan tentang pendidikan, diri, dan sebagainya.
b. Kawan
sebaya
Kawan sebaya juga memiliki peran dalam
memberikan informasi bagi pembentukan konsep diri. Dalam pemenuhan kebutuhan
kasih sayang dan cinta individu memperolehnya dari lingkungan keluarga dalam
hal ini adalah orang tua. Namun individu juga perlu memperoleh pengakuan dan
penerimaan dari orang lain di kelompoknya.
Selain itu kelompok sebaya juga berperan
penting dalam penilaian diri individu terhadap dirinya. Disini memiliki
hubungan sirkuler. Konsep diri individu dalam kelompok sebaya akan menentukan
sampai tingkat tertentu, apakah individu sebagai : pemimpin kelompok, pengacau,
atau overakting kebaikan dalam kelompok (goody-goody dalam kelompok).
Penilaian peran ini dan penilaian diri cenderung berlangsung terus dalam
hubungan sosial ketika ia dewasa.
c. Masyarakat
Bagi lingkungan masyarakat
identitas diri seseorang sangatlah penting, seperti warna kukit,
keturunan, gender, pekerjaan, dan lain-lain. Penilaian masyarakat tersebut
akhirnya akan menjadi informasi bagi individu yang akan membentuk konsep diri
individu.
Studi pada tahun 1950 dan
awal tahun 60an (Kardiner dan Ovesey, 1951; Maliver, 1965) menunjukkan bahwa
anak-anak kulit hitam dari jaman itu merasa lebih rendah dari anak-anak kulit
putih, yang dari hal tersebut berakibat pengharapan dan prestasi mereka terhambat.
Hal tersebut menunjukkan
bahwa kasus tersebut tidak hanya disebabkan oleh anak, masyarakat sekitar dan
lingkungan sekitar membantu memberikan informasi kepada individu yang kemudian
membentuk konsep diri.
d. Belajar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar