Senin, 12 Mei 2014

Konsep Diri




   1.      Pengertian Konsep Diri
William H. Fitts (1971) mengungkapkan bahwa konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang.  Karena konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan. Fitts juga mengemukakan bahwa konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Dengan mengetahui konsep diri orang lain, seseorang dapat meramalkan dan tingkah laku seseorang.
Menurut Inge Hutagalung (Pengembangan Kepribadian,2007), konsep diri adalah pandangan individu tentang siapakah individu, dalam posisi mana individu berada, dan hal apakah yang boleh dan tidak boleh individu lakukan.
Menurut JamesF. Calhoun dan Joan Ross Acocella (1995), konsep diri adalah pandangan individu tentang dirinya yang memiliki tiga dimensi, yaitu pengetahuan tentang diri sendiri, pengharapan terhadap diri sendiri, dan penilaian tentang diri sendiri.
Menurut Hurlock (1990) mengemukakan bahwa konsep diri terbagi menjadi dua, yaitu : (a) konsep diri sebenarnya, merupakan konsep seseorang tentang dirinya yang sebagian besar ditentukan oleh peran dan hubungannya dengan orang lain serta persepsinya tentang penilaian orang lain terhadap dirinya. (b) konsep diri ideal, merupakan gambaran seseorang mengenai ketrampilan dan kepribadian yang didambakannya.
Menuurut Baldwin dan Holmes (1987), konsep diri adalah ciptaan sosial, hasil belajar melalui hubungan individu dengan orang lain.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah pandangan atau persepsi individu serta harapan masa  depan individu tentang dirinya sendiri yang timbul dari hasil interaksi dengan lingkungan sekitar, persepsi dan pengharapan tersebut akhirnya yang akan mempengaruhi tingkahlaku individu.

2.      Dimensi Konsep Diri
James dan Joan (1995) menyebutkan bahwa dimensi konsep diri terbagi menjadi tiga bagian, yaitu :
a.     Pengetahuan
Yaitu apa yang diketahui individu tentang dirinya sendiri. Gambaran tentang diri tersebut berkaitan dengan usia, jenis kelamin, kebangsaan, suku, pekerjaan dan lainnya.  Selain itu gambaran diri dapat dilihat dari hasil identifikasi dengankelompok lain, sehingga dapat menambah informasi tentang gambaran diri.
b.      Harapan
Menurut Roger (1959), selain individu memiliki set tpandangan tentang siapa individu, maka individu juga memiliki set pandangan lain tentang akan seperti apakah individu di masa mendatang.
Pandangan individu tentang masa depan individu, inilah yang disebut dengan diri-ideal.  Diri-ideal individu yang satu akan berbeda denngan ri-ideal individu lainnya. Diri-ideal tersebutlah yang membangkitkan kekuatan dan mendorong individu menuju masa depan dalam menjalani kehidupan.
c.       Penilaian
Dimensi ketiga dari konsep diri, yaitu penilaian individu  terhadap dirinya sendiri. Menurut Roger (1973) pada dimensi ini individu merupakan penilai , mengukur apakah individu bertentangan dengan (1) “saya dapat menjadi apa”,yaitu pengharapan individu terhadap dirinya sendiri, dan (2) “saya seharusnya menjadi apa”, yaitu standar individu bagi dirinya sendiri. Hasil pengukuran tersebut disebut dengan rasa harga diri.
Sedangkan Fitts (1971) membagi dimensi konsep diri menjadi dua bagian, yaitu:
1.      Dimensi Internal
Dimensi internal (internal frame of reference) adalah penilaian yang dilakukan individu  terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya.  Dimendi internal ini terdiri dari tiga bentuk, yaitu :
a.       Diri Identitas (identity self),  bagian diri ini merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri yang mengacu pada pertanyaan, “Siapakah saya?” dalam pertanyaan tersebut mengandung label dan simbol yang diberikan pada diri oleh individu-individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya. Dengan semakin bertambahnya usia dan interaksi denngan lingkungan sekitar akan menambah pengetahuan individu tentang dirinya. Sehingga informasi yang diperoleh tentang diri akan semakin kompleks.
b.      Diri Pelaku (behavioral self), diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya, yang berisi tentang kesadaran mengenai “apa yang dilakukan oleh diri”, selain itu bagian ini sangat erat hubungannya dengan diri identitas.
c.       Diri Penerimaan/Penilai (judging self). Diri penilai sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator. Kedudukannya adalah sebagai mediator antara diri identitas dan diri pelaku. Dalam dimensi ini label yang diberikan berkaitan dengan nilai-nilai. Selanjutnya penilaian tersebut lebih berperan dalam menentukan  tindakan yang akan ditampilkan.
Diri penilai menentukan kepuasan seseorang akan dirinya atau seberapa jauh seseorang menerima dirinya.  Kepuasan diri yang rendah akan menimbulkan harga diri yang rendah pula yang mengembangkan ketidakpercayaan diri. Dan sebaliknya, kepuasan diri yang tinggi, kesadaran diri lebih realistis sehingga menjadikan individu fokus terhadap energi serta perhatiannya ke luar diri, dan akhirnya dapat berfungsi lebih konstrukttif.
 2.      Dimensi eksternal
Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan  dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain yang ada di luar dirinya. Fitts membagi dimensi eksternal ini dalam lima bentuk, yaitu :
a.    Diri Fisik (physical self), diri fisik berkaitan dengan persepsi individu terhadapa kondisi fisiknya. Dalam hal ini persepsi individu tentang kesehatan dirinya, penampilan dirinya (cantik, jelek, menarik, tidak menarik), dan kondisi tubuhnya (tinggi, pendek, kurus, gemuk).
b.    Diri Etik-Moral (moral-etichal self),  bagian ini berkaitan dengan openilaian individu terhadap dirinya dilihat dari standar pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi individu mengenai hubungan dengan Tuhan, kepuasan kehidupan keagamaan, dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang meliputi batasan baik dan buruk.
c.    Diri Pribadi (personal self), diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi individu tentang keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi kondisi fisik atu hubungan dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauh mana individu nerasa puas terhadap pribadinya atau sejauh mana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat.
d.   Diri Keluarga ( family self), diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Dalam bagian ini menunjukkan seberapa jauh individu dekat terhadap anggota keluarga, serta peran atau fungsi yang dijalankan sebagai anggota keluarga.
e.    Diri Sosial (social self), bagian ini merupakan penilaian individu  terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan sekitar.

3.      Konsep Diri Positif dan Negatif
a.       Konsep Diri Positif
Dasar dari konsep diri positif menurut James dan Joan bukanlah kebanggan yang besar terhadap diri sendiri, melainkan lebih kepada penerimaan diri, yang kemudian mengarah kepada kerendahan hati dan kedermawanan daripada keangkuhan dan keegoisan.
Menurut Wicklund dan Frey (1980), yanng menjadikan penerimaan diri mungkin adalah bahwa orang yang memiliki konsep diri positif mengenal dirinya dengan baik sekali.
Individu yang memiliki konsep diri positif bersifat stabil dan bervariasi. Dengan konsep diri positif dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri, individu dapat menerima dirinya dengan apa adanya.
James dan Joan menerangkan bahwa, mengenai pengharapan, orang dengan konseo diri positif merancang tujuan yang sesuai realistis. Yang lebih penting dari pengharapan yang realistis tentang pencapaian adalah tentang pengharapan individu tentang kehidupannya sebagai individu: idenya tentang apa yang yang dapat diberikan kehidupan kepadanya dan bagaimana seharusnya dirinya mendekati dunia.
Individu yang memiliki konsep diri positif  mencerminkan seseorang yang :
1.      Terbuka
2.      Seseorang yang tidsk memiliki hambatan untuk berbicara dengan orang lain.
3.      Memiliki kepekaan, sehingga cepat tanggap terhadap situasi sekelilingnya.
Dengan konsep diri positif individu akan memiliki kepercayaan diri yang tinggi untuk menyelesaikan masalah bahkan siap ketika dihadapkan pada kegagalan, lebih mampu untuk memberi dan menerima pada orang lain.
b.      Konsep Diri Negatif
Menurut James dan Joan, ada dua tipe konsep diri negatif. Tipe pertama, pandangan seseorang tentang dirinya, benar-benar tidak teratur: individu tidak mengetahui tentang kelemahan dan kekuatan, siapa individu sebenarnya, atau apa yang individu hargai dari hidupnya. Menurut Erikson (1968), konsep diri individu kerap sekali menjadi tidak tidak teratur untuk sementara waktu dan ini terjadi pada masa transisi dari peran anak ke peran orang dewasa. Tetapi bagi orang dewasa hal tersebut menjadi salah satu tanda ketidakmampuan menyesuaikan diri. Tipe kedua, dari konsep diri negatif merupakan lawan dari tipe pertama. Dalam tipe  ini konsep diri terlalu stabil dan teratur atau kaku. Indivudu menciptakan citra diri yang tidak mengizinkan adanya penyimpangan yang dalam pikirannya hal tersebut merupakan cara hidup yang tepat.
Pada kedua tipe konsep diri negatif tersebut informasi baru tentang diri hampir pasti menjadi penyebab kecemasan, rasa ancaman terhadap diri.
Menurut R.B. Burns (1993), karakteristik konsep diri yang negatif secara umum tercermin  dari keadaan diri sebagai berikut :
1.      Individu sangat peka dan sulit untuk menerima kritikan dari orang lain. Kritik dianggap sebagai pengabsahan lebih lanjut kepada inferioritas individu.
2.      Individu memiliki kesulitan berbicara dengan orang lain. Sikap hiperkritis digunakan untuk mempertahankan citra diri yang goyah, dan mengarahkan kembali perhatian kepada kekurangan orang lain daripada kekurangan diri sendiri.
3.      Individu sulit mengakui kesalahan diri sendiri. Kelemahan dan kegagalan dalam diri individu tidak mau diakui sebagai bagian dalam dirinya.
4.      Individu kurang mampu mengungkapkan perasaan dengan cara yang wajar. Sering merespon sanjungan secara berlebihan, untuk meningkatkan rasa aman individu akan berupaya keras untuk mendapatkan pujian.
5.      Individu cenderung untuk menunjukkan sikap mengasingkan diri, malu-malu dan tidak minat pada persaingnan.sikap tersebut dilakukan untuk mencegah inferioritas terpublikasikan secara terbuka sehingga mengkonfirmasikan apa yang diyakini oleh orang lain tentang individu.
Individu yang memiliki konsep diri negatif hanya memperhatikan dirinya sendiri, tidak pernah merasa puas, selalu takut kehilangan sesuatu, takut tidak diakui, iri kepada mereka yang memiliki kelebihan.   

4.      Perkembangan Konsep Diri
Pada awal perkembangan manusia, individu belum memiliki konsep diri, individu belum memiliki pemahaman tentang dirinya. Awalnya, konsep diri meliputi pengertian samar-samar, kondensasi pengalaman berulang-ulang yang berkaitan dengan kenyamanan atau ketidaknyamanan fisik. Meskipun samar-samar, pengertian awal ini membentuk konsep dasar.
Menurut Weir (1962), loncatan kemajuan yang paling besar dalam perkembanngan konsep diri terjadi pada saat individu menggunakan bahasa, kira-kira pada anak usia satu tahun. Dengan memahami ucapan yang disampaikan orang lain tentanng individu, makan akan diperoleh informasi lebig banyak tentang individu. Ketika individu belajar berfikir menggunakan dengan menggunakan kata-kata, individu mulai melihat adanya hubungan antara benda-benda kemudian membuat generalisasi. Salah satu yang akan individu generalisasikan adalah tentang dirinya sendiri :”aku kecil, aku baik, aku dapat berpakaian sendiri” dan lainnya.

5.      Sumber Informasi Konsep Diri
Menurut Cooley (1922) seseorang akan menggunakan orang lain sebagai cermin untuk menunjukkan siapa dirinya. Konsep diri terbentuk tidak dapat terlepas dari lingkungan yang ada disekitar individu, informasi-infirmasi yang diperoleh dari lingkunngan sekitar akan menambah pemahaman individu terhadap dirinya sendiri. Suber informasi-informasi  tersebut  yaitu :
a.       Orang Tua.
Orang tua adalah kontak yang paling awal dan yang paling kuat bagi individu. Menurut Coopersmith (1967), perasaan nilai dirinya sebagai orang berasal dari orang tua kepada diri mereka.
Penilaian dengan sumber orang tua tersebut berlangsung terus. Sebagaimana yang disampaikan oleh Jourard dan Remy (1955), bahwa  dalam kehidupan orang dewasa, orang masih cenderung menilai diri sendiri seperti ketika merasa dimiliki  orang tua mereka.
Orang tua memberi informasi kepada anak secara konstant, membantu anak untuk menilai diri, selain itu orang tua pula yang pertama kali membantu anak untuk menetapkan pengharapan tentang pendidikan, diri, dan sebagainya.
 b.      Kawan sebaya
Kawan sebaya juga memiliki peran dalam memberikan informasi bagi pembentukan konsep diri. Dalam pemenuhan kebutuhan kasih sayang dan cinta individu memperolehnya dari lingkungan keluarga dalam hal ini adalah orang tua. Namun individu juga perlu memperoleh pengakuan dan penerimaan dari orang lain di kelompoknya.
Selain itu kelompok sebaya juga berperan penting dalam penilaian diri individu terhadap dirinya. Disini memiliki hubungan sirkuler. Konsep diri individu dalam kelompok sebaya akan menentukan sampai tingkat tertentu, apakah individu sebagai : pemimpin kelompok, pengacau, atau overakting kebaikan dalam kelompok (goody-goody dalam kelompok). Penilaian peran ini dan penilaian diri cenderung berlangsung terus dalam hubungan sosial ketika ia dewasa.
c.       Masyarakat
Bagi lingkungan masyarakat identitas diri  seseorang sangatlah penting, seperti warna kukit, keturunan, gender, pekerjaan, dan lain-lain. Penilaian masyarakat tersebut akhirnya akan menjadi informasi bagi individu yang akan membentuk konsep diri individu.
Studi pada tahun 1950 dan awal tahun 60an (Kardiner dan Ovesey, 1951; Maliver, 1965) menunjukkan bahwa anak-anak kulit hitam dari jaman itu merasa lebih rendah dari anak-anak kulit putih, yang dari hal tersebut berakibat pengharapan dan prestasi mereka terhambat.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kasus tersebut tidak hanya disebabkan oleh anak, masyarakat sekitar dan lingkungan sekitar membantu memberikan informasi kepada individu yang kemudian membentuk konsep diri.
d.      Belajar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar